Artikel berikut adalah sejarah singkat suku batak dan falsafah yang dipegang teguh hingga sukses bahkan di perantauan. Ya, siapa yang tidak tahu suku batak, suku terbesar yang ada di Indonesia. Berdasarkan hasil sensus pada tahun 2020 oleh Badan Pusat Statistik (BPS) Indonesia, populasi Suku Batak di Indonesia mencapai sekitar 8,8 juta jiwa atau sekitar 3,58 persen dari total penduduk Indonesia.

Suku Batak adalah kelompok etnis yang berasal dari wilayah Sumatera Utara tepatnya kawasan Danau Toba. Suku Batak mendiami sejumlah kabupaten di Sumatera Utara, termasuk Kabupaten Karo, Dairi, Simalungun, Asahan, dan Tapanuli Utara.

Sejarah Singkat Suku Batak

Batak merupakan suku yang tinggal di sekitar Danau Toba, Sumatera Utara. Suku ini tersebar hampir di seluruh wilayah provinsi Sumatera Utara. Mengutip buku Suku-suku Bangsa di Summatera karya Giyanto, nenek moyang Suku Batak merupakan kelompok Proto Melayu atau Melayu Tua. Kelompok ini berasal dari Asia Selatan dan bermigrasi ke Nusantara melalui Pulau Sumatera. Dari semenanjung Malaya, mereka menyeberang ke Pulau Sumatera dan akhirnya menetap di sekitar Danau Toba, Sumatera Utara.

Kelompok Proto Melayu kemudian membangun sebuah permukiman di Sianjur Mula-mula. Pemukiman tersebut berkembang dan menyebar ke wilayah sekitarnya. “Ada beberapa versi tentang nenek moyang suku bangsa Batak.

Salah satu versi menyebutkan bahwa nenek moyang suku bangsa Batak adalah si Raja Batak,” tulis Giyanto. Menurut buku Tarombo Borbor Marsada yang dikutip Giyanto, Raja Batak memiliki dua orang putra. Kedua anak itu lah yang menjadi awal mula marga di suku Batak yaitu Ompoe Toean Doli dan Radja Soemba.

Selama berabad-abad, Suku Batak mengalami perkembangan sejarah yang beragam. Mereka telah terlibat dalam berbagai proses sejarah, termasuk dalam kerajaan-kerajaan yang muncul di wilayah ini. Suku Batak juga tersentuh pengaruh agama dari luar seperti agama Hindu dan Buddha yang kemudian diikuti oleh agama Kristen, serta turut berinteraksi dengan negara-negara Eropa, seperti Belanda.

Suku Batak di masa kolonial

Belanda menjajah dan menguasai perdagangan rempah-rempah di Indonesia, termasuk wilayah Sumatera Utara sejak abad ke-17 dan mereka mengendalikan sumber daya rempah-rempah di sana. Suku Batak diperintahkan untuk bekerja sebagai petani dan pekerja di ladang-ladang rempah-rempah, seperti cengkih dan lada. Mereka juga dikirim ke berbagai wilayah yang dikuasai oleh Belanda, seperti Jawa dan Malaysia, untuk bekerja sebagai buruh kontrak. Mereka bekerja dalam kondisi yang sangat sulit dan sering kali dieksploitasi oleh Belanda. Pada masa penjajahan, beberapa pemimpin Suku Batak, seperti Raja Sisingamangaraja XII, mencoba melawan Belanda. Mereka berjuang untuk melawan penindasan dan eksploitasi yang dialami oleh Suku Batak. Meskipun tidak berhasil meraih kemerdekaan pada saat itu, perlawanan ini telah menunjukkan semangat perjuangan Suku Batak untuk merdeka dari penjajahan Belanda. Baca juga: 2 Rumah Adat Batak, Salah Satunya Rumah Bolon

Falsafah hidup orang Batak

Falsafah hidup orang Batak adalah suatu pandangan hidup yang mengatur dan membimbing perilaku masyarakat Suku Batak di Indonesia. Terdapat beberapa nilai kunci yang mencerminkan jati diri dan kehidupan mereka. Falsafah tersebut dikenal sebagai Dalihan Natolu yaitu :

  • Pertama, “Hasangapon” yang didefinisikan memiliki kehormatan atau kemuliaan bisa diartikan juga memiliki status sosial yang tinggi dan terakhir adalah Hagabeon yang bisa diartikan memiliki keturunan atau beranak cucu.
  • Kedua yaitu “Hamoraon” merujuk pada konsep kehormatan, yang mencakup keseimbangan antara aspek materi dan spiritual dalam hidup mereka.
  • Terakhir adalah “Hagabeon” yang merupakan harapan untuk memiliki keturunan yang baik dan hidup panjang. Bagi Suku Batak, jumlah keturunan dianggap sebagai tanda keberhasilan dalam pernikahan.

Falsafah ini juga mengajarkan “Pengayoman” yang mengharapkan orang Batak untuk menjadi pelindung dan pengayom bagi sesama. Oleh karena itu, mandiri dan tidak bergantung pada orang lain adalah nilai yang ditekankan. “Marsisarian” adalah nilai yang menghargai perbedaan dalam masyarakat, dan meskipun perbedaan itu ada, orang Batak berusaha menciptakan hubunganharmonis. Terakhir, “Kekerabatan” adalah nilai yang sangat melekat dalam budaya orang Batak, menjaga tali persaudaraan yang erat antar-sub suku, baik di kampung halaman maupun saat merantau.

Itulah penjelasan singkat tentang sejarah singkat suku batak dan falsafah yang dipegang teguh sampai akhir. Semoga artikel ini dapat bermanfaat, jika ada kekurangan atau saran boleh tulis di kolom komentar ya.

Baca Juga : Sejarah Masuknya HKBP ke Suku Batak dan Transformasinya